Judul Buku  : Perjumpaan di Candi Prambanan
Penulis        : Sunaryo Broto
Penerbit      : Funread Indonesia
Tebal          : 158 Halaman
Tahun         : 2016

 

Buku Kumpulan Cerita Pendek Perjumpaan di Candi Prambanan,  merupakan salah satu buku yang di tulis oleh Sunaryo Broto, cerpenis sekaligus sastrawan Kaltim.  Buku ini berisi 16 cerita pendek yang berkisah tentang perjalanan manusia, cinta dan kebudayaan. Ada banyak hal menarik yang bisa di cermati dari cerpen-cerpen Sunaryo Broto. Penulis tidak hanya berhasil memberikan eksploritasi tema dan bahasa yang di gunakan dalam setiap tulisannya. Penulis juga begitu kuat memberikan deskripsi settingan latar belakang  tempat pada setiap ceritanya.  Sehingga seolah-olah mengajak pembaca turut mendeskripsikan apa yang penulis gambarkan. Sebagian besar cerpen-cerpen Sunaryo memang berkisah dengan latar belakang perjalanannya di suatu daerah bahkan hingga ke luar negeri.  Hal ini tergambar pula dari judul-judul cerita pendek yang ada dalam buku ini, misalnya Perjumpaan di Candi Prambanan, Pesan Rindu dari Kathmandu, Aku Akan Kembali ke Sangalaki, Dialog di Rumah Bung Hatta,  Suatu Saat di Anaheim.
 
Dalam cerpen Perjumpaan di Candi Prambanan yang juga menjadi Judul  buku ini, mengisahkan  perjumpaan kembali tokoh "aku" dan Gita. Perpisahan puluhan tahun, terbentang jarak dan waktu antar keduanya yang pernah menjalin romatisme di masa kuliah. Mereka akhirnya kembali bertemu di Candi Prambanan. Sebuah kisah yang mengharu biru dan seakan menyentil sisi roman para pembaca buku ini.
 
Cerita Pesan Rindu dari Kathamandu berkisah mengenai pertemuan tokoh "aku" dengan Kristina di Kathamdu, Nepal. Pembaca pun di bawa Sunaryo untuk menyelusuri perjalanan Kathamandu. Tampak jelas kepiawaian Sunaryo Broto mendeskripsikan setting latar belakang Kathamandu, yang membawa pembaca bisa turut merasakan apa yang di alami tokoh "aku".  Penulis juga menyelipkan makna nasionalisme dalam cerita ini, dimana Kristina yang tetap merasa hati jiwanya sebagai orang Indonesia, walau tinggal di negara lain.
 
Sunaryo Broto juga menyiratkan kritik sosial secara halus serta berbagai hikmah yang di gambarkan  dalam beberapa cerita pendeknya. Antara lain Cerita Sendu dari Marangkayu, Puisi Guru dan Sekolah Laut, Telah Kususuri Jalan Ini Lebih dari Seribu Kali. Cerpen Cerita Sendu dari Marangkayu bercerita mengenai perjalanan tokoh melewati Marangkayu. Sepanjang perjalanan, ia berjumpa dan memberi tumpangan pada beberapa anak sekolah yang hendak berangkat sekolah.  Mereka harus  bersusah payah menempuh perjalanan jauh berjalan kaki atau menumpang pada kendaraan yang lewat, hanya untuk mencapai sekolah.
 
Dalam cerita  ini  cukup menyentil kondisi pendidikan saat ini. Ternyata masih banyak tantangan dalam pendidikan di Indonesia. Tidak semua masyarakat dapat begitu mudah mendapati akses dan fasilitas pendidikan. Sebagian mereka masih memerlukan akses pendidikan mudah dan biaya pendidikan yang bisa di jangkau. Cerita lain  dalam  buku ini yaitu Puisi Guru dan Sekolah Laut, cukup mewakili realitas pendidikan yang bisa di temukan di daerah daerah terpencil. Berkisah mengenai perjalanan mengajar seorang guru yang di tempatkan di sebuah sekolah di pulau pemukiman nelayan.
 
Ada beberapa kendala yang ia temukan selama mengajar di sana.  Kesadaran masyarakat untuk menggapai pendidikan dengan bersekolah belum begitu maksimal. Meskipun sudah di bangun sekolah,
namun masih banyak murid yang tidak menyadari pentingnya pendidikan.  Walau begitu, masih ada murid  yang rajin belajar dan mempunyai cita-cita.  Hal ini pula yang membuat sang guru tetap optimis dan semangat untuk terus mengajar.
 
Cerpen-cerpen di buku Perjumpaan di Candi Prambanan karya Sunaryo Broto ini memang layak di baca oleh siapa saja. Pembaca dapat menemukan banyak hikmah cerita dan kisah menghibur sekaligus mengharu biru dalam cerita-cerita yang di suguhkan penulis.
 

Disadur oleh Erylasmanta Ginting, SH - Kasi Pelestarian Bahan Pustaka/ Pustakawan Muda

Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo

"MARI BERAMAI-RAMAI MEMBACA KE PERPUSTAKAAN"